Tren pengembangan proyek waste-to-energy (WTE) atau pengolahan sampah menjadi energi listrik mulai memberikan dampak nyata terhadap pasar modal.
Sentimen positif ini muncul seiring langkah Danantara Indonesia yang menjadikan proyek WTE sebagai salah satu fokus utama dalam pemanfaatan dana Patriot Bonds
Langkah besar tersebut semakin menguat setelah CEO Danantara Indonesia, Rosan Roeslani, mengumumkan rencana peluncuran proyek Pembangkit Sampah Energi Listrik (PSEL) di 10 kota yang jatuh pada November 2025.
Pengumuman ini disampaikan dalam ajang Indonesia International Sustainability (ISS) Forum 2025 di Jakarta pada Jumat (10/10/2025).
Dalam forum tersebut, Rosan menjelaskan bahwa proyek PSEL ini telah menarik minat luas dari kalangan investor.
Hingga saat ini, tercatat 192 perusahaan menyatakan keinginan untuk bergabung dalam program WTE yang dirancang untuk mengatasi persoalan sampah perkotaan sekaligus mempercepat transisi menuju energi bersih.
Ia juga memperkirakan nilai total pendanaan proyek ini dapat mencapai Rp91 triliun, mencakup 33 titik proyek di seluruh Indonesia.
Kabar ambisius ini segera memicu pergerakan positif di pasar saham, terutama pada emiten yang bergerak di bidang pengelolaan limbah dan energi terbarukan. Baik perusahaan yang telah lama beroperasi di industri ini maupun yang baru mulai mendiversifikasikan bisnisnya, sama-sama mencatat kenaikan signifikan.
Salah satu yang mencuri perhatian adalah PT Multi Hanna Kreasi Indo Tbk (MHKI), perusahaan pengelola limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang memiliki fasilitas pengolahan air limbah serta insinerator. Setelah sempat stagnan di bawah Rp100 per saham sepanjang empat bulan pertama tahun ini, saham MHKI kini melesat ke level Rp268 pada Jumat (10/10), mencatat kenaikan 182,11% sejak awal tahun.
Kenaikan serupa juga dialami PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA), perusahaan milik Bobby Gafur Sulistyo Umar yang beroperasi di sektor PSEL melalui anak usahanya, PT Indoplas Energi Hijau. Sepanjang awal tahun hingga Juni 2025, harga saham OASA tak pernah menembus Rp150. Namun pada penutupan perdagangan 10 Oktober, sahamnya ditutup di level Rp300, tumbuh 109,8% sejak awal tahun.
Sementara itu, PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) — yang sebelumnya dikenal sebagai perusahaan batu bara dan sawit kini juga memantapkan langkahnya di sektor pengolahan limbah.
Perusahaan ini mulai masuk ke industri WTE sejak 2023 melalui akuisisi Asia Medical Enviro Services (AMES) dan ARAH Environmental Indonesia (ARAH). Langkah ekspansi berlanjut dengan pengambilalihan Sembcorp Environment Pte. Ltd. asal Singapura pada Maret 2025.
Strategi diversifikasi tersebut terbukti memberi dampak signifikan terhadap performa saham TOBA. Setelah sempat berada di bawah Rp500 hingga awal Juni, harga sahamnya menembus Rp1.355 pada akhir pekan, melonjak 233,7% sejak awal tahun berkat reli yang konsisten.
Namun dari sisi kinerja keuangan, tidak semua emiten tersebut menunjukkan performa fundamental yang seragam. Berdasarkan data IDNFinancials.com, hanya MHKI yang berhasil mencatat pertumbuhan laba bersih konsisten baik sepanjang tahun 2024 maupun semester I 2025.
Sementara itu, dari sisi valuasi, ketiga saham tergolong cukup tinggi. Price-to-Book Value (PBV) MHKI tercatat sebagai yang terendah di level 1,05 kali, disusul OASA di 2,16 kali, dan TOBA di 2,36 kali.
Tren ini menunjukkan bahwa geliat industri pengolahan limbah semakin dilirik oleh investor, sejalan dengan arah kebijakan nasional menuju ekonomi hijau dan transisi energi berkelanjutan.
Bagi emiten terkait, proyek-proyek WTE tidak hanya menjanjikan potensi bisnis baru, tetapi juga memperkuat posisi mereka dalam ekosistem energi bersih masa depan Indonesia.