Emiten sektor konstruksi milik negara, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mencatatkan perolehan kontrak baru senilai Rp 3,5 triliun hingga akhir Juni 2025.
Capaian ini mencerminkan optimisme perusahaan dalam mempertahankan laju pertumbuhan di tengah dinamika industri infrastruktur nasional.
Corporate Secretary ADHI, Rozi Sparta dalam keterangan resminya menjelaskan bahwa sebagian besar perolehan kontrak baru tersebut berasal dari proyek gedung dengan kontribusi sebesar 41%.
Lalu diikuti dengan kontribusi dari proyek infrastruktur sebesar 26%, engineering dan industri sebesar 18%, serta sisanya berasal dari sektor lainnya.
Adapun dari sisi lini bisnis, Rozi mengungkapkan bahwa 86% dari total nilai kontrak baru tersebut berasal dari segmen engineering & construction yang menjadi tulang punggung usaha ADHI.
Sementara itu, Segmen lini bisnis property & hospitality menyumbang sebesar 9%, investment & concession sebesar 4%, dan sisanya berasal dari manufaktur.
Kemudian dari sisi pemberi kerja, sumber kontrak baru ADHI cukup beragam. Pemerintah menyumbang kontribusi sebesar 24% dari total nilai kontrak, disusul BUMN dan anak usahanya dengan kontribusi sebesar 33%, sektor swasta dengan kontribusi 20%, sumber pendanaan luar negeri (loan) dengan kontribusi sebesar 15%, dan sisanya berasal dari internal perusahaan.
Sebagai informasi, ADHI saat ini tengah mengerjakan 92 proyek aktif di berbagai wilayah Indonesia. Sebanyak 24 proyek di antaranya merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).
Dalam pengelolaan proyek-proyek tersebut, perusahaan mengedepankan prinsip operational excellence guna memaksimalkan produktivitas dan efisiensi pelaksanaan proyek-proyek yang sedang berjalan.
Memasuki semester kedua tahun ini, ADHI menargetkan pertumbuhan kontrak baru sebesar 30% hingga 40% dibandingkan capaian tahun sebelumnya.
Sektor lini engineering & construction diperkirakan masih akan mendominasi dengan kontribusi sekitar 84%, disusul properti sebesar 8%, manufaktur sebesar 6%, serta investasi dan konsesi sebesar 2%.
Selain mengejar kinerja keuangan, ADHI juga menegaskan komitmennya terhadap praktik keberlanjutan melalui penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).
Lima pilar utama ESG yang diusung mencakup: pengembangan portofolio bisnis berkelanjutan, penerapan praktik lingkungan terbaik, menciptakan budaya kerja yang sehat dan aman, kontribusi nyata bagi komunitas, serta tata kelola perusahaan yang transparan dan berintegritas.
Hingga pertengahan 2025, ADHI telah merealisasikan program ADHI Green dengan penanaman mangrove seluas 125 hektare dari target seluas 500 hektare.
Di samping itu, perusahaan telah mengoperasikan Fasilitas Pengelolaan Limbah Terpadu dengan kapasitas pengolahan mencapai 24 ton per hari, serta melakukan inventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK) yang telah melalui proses verifikasi oleh lembaga independen.
Dalam aspek sosial, ADHI menjalankan program ADHI Sosial yang telah memberdayakan lebih dari 590 mitra binaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari berbagai sektor, mulai dari perdagangan, industri, pertanian, hingga ekonomi kreatif.
Selain itu, ADHI juga memperkuat tata kelola perusahaan melalui sertifikasi internasional seperti ISO 9001 (manajemen mutu), ISO 14001 (manajemen lingkungan), ISO 45001 (keselamatan dan kesehatan kerja), serta ISO 37001 (anti-suap dan korupsi).
Untuk mendukung keberlanjutan bisnis, ADHI telah menyusun roadmap jangka panjang 2025–2034 dengan dua fase utama.
Fase pertama yaitu periode 2025 hingga 2029, difokuskan pada penguatan bisnis inti serta memulai ekspansi berkelanjutan.
Fase kedua yakni 2030 hingga 2034, diarahkan pada perluasan portofolio ESG dan memantapkan posisi perusahaan sebagai pemain utama dalam proyek transportasi berbasis rel serta pembangunan infrastruktur ramah lingkungan.
Melalui strategi ini, ADHI berharap dapat menjaga relevansi bisnisnya dalam lanskap pembangunan nasional yang terus berkembang, sekaligus memberikan kontribusi nyata terhadap agenda pembangunan berkelanjutan Indonesia.