Pipeline Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi pasar modal yang paling sibuk tahun ini. Meskipun secara global, tren perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana (IPO) sedang turun saat ini, hal itu tak berlaku di pasar modal tanah air.
BEI menjadi bursa saham yang paling banyak mencatatkan perusahaan yang listing. Dikutip dari hasil riset Ernst & Young (EY), bertajuk “Global IPO Trends Q2 2022”, BEI membukukan 22 perusahaan yang listing dengan nilai mencapai USD1,3 miliar.
EY Asia-Pasific IPO Leader, Ringo Choi mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat turunnya tren IPO secara global, terlebih di kawasan Asia-Pasifik.
“Banyak faktor yang menyebabkan ini terjadi, mulai dari lockdown Covid-19, terjadinya konflik di Eropa, hingga kenaikan tingkat inflasi dan ketegangan antarnegara, seperti Amerika dan China telah melemahkan pasar IPO Asia-Pasifik di paruh pertama tahun ini,” papar Ringo, dikutip Senin (18/7).
Meski demikian, perkembangan ekonomi saat ini menunjukkan bergerak ke arah positif seiring dengan kebijakan pemerintah China yang dapat menstimulasi aktivitas IPO di semester II/2022. Dilihat perbandingan secara tahunan, bursa Asia-Pasifik tercatat mengalami penurunan jumlah IPO perusahaan hingga 28% dan nilai total dana IPO juga merosot sebanyak 14%.
Indeks Hang Seng Hong Kong merosot 7,9% year to date (ytd), Nikkei turun 8,8%, dan Shanghai Composite China juga anjlok 9,2%. Data menarik lainnya, tren sektor perusahaan IPO juga beragam. Di Hong Kong, perusahaan sektor kesehatan mendominasi, sedangkan Shanghai masih dikuasai oleh sektor teknologi.
Beralih ke Amerika dan Kanada, aktivitas IPO dan raihan dananya turun drastis hingga 95%, sedangkan di Eropa dan Afrika terjadi penurunan hingga 57%.
Sektor teknologi masih memimpin jumlah perusahaan yang menawarkan IPO secara global di tahun ini. Namun, untuk raihan dana IPO, perusahaan sektor energi memimpin dengan membukukan USD680 juta.
EY Global IPO Leader, Paul Go menuturkan bahwa tren penurunan IPO di tahun ini terjadi karena meningkatnya volatilitas pasar akibat geopolitik di Eropa, terjadinya pelemahan valuasi saham dan kinerja perusahaan setelah IPO yang cenderung mengecewakan. Investor saat ini diprediksi hanya fokus pada perusahaan yang menerapkan ESG.
“Dengan pengetatan likuditas pasar, investor fokus pada perusahaan dengan model bisnis yang kuat, pertumbuhan yang positif dan penerapan ESG,” tutup Paul.
Perusahaan yang telah menerapkan ESG diprediksi mendapatkan valuasi yang lebih tinggi di mata investor, karena kuatnya sentimen perubahan iklim saat ini.
Prediksi tren perusahaan IPO di tahun ini, sektor teknologi yang bersaing dan sektor energi masih jadi kandidat utama, melihat kecenderungan harga komoditas minyak yang terus mengalami kenaikan.
Sementara itu, jika dilihat dari data pipeline IPO Bursa Efek Indonesia (BEI), calon emiten dominan merupakan perusahaan skala menengah.
Berdasarkan data BEI tercatat 15 perusahaan dengan aset skala menengah antara Rp50 miliar sampai dengan Rp250 miliar yang bersiap IPO. Sementara itu, sembilan perusahaan masuk ke dalam kategori perusahaan kecil karena aset yang dimiliki di bawah Rp50 miliar. Selain itu, terdapat 13 perusahaan yang memiliki aset besar di atas Rp250 miliar.
Mengutip pernyataan Direktur Penilaian Perusahaan BEI IGD Nyoman Yetna Setya, terdapat 37 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI, yakni:
- 2 Perusahaan dari sektor Basic Materials
- 7 Perusahaan dari sektor Consumer Cyclicals
- 9 Perusahaan dari sektor Consumer Non-Cyclicals
- 2 Perusahaan dari sektor Energy
- 2 Perusahaan dari sektor Healthcare
- 2 Perusahaan dari sektor Industrials
- 4 Perusahaan dari sektor Infrastructures
- 1 Perusahaan dari sektor Properties & Real Estate
- 3 Perusahaan dari sektor Technology
- 5 Perusahaan dari sektor Transportation & Logistic