Proyek Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur yang belakangan ini tengah digencarkan oleh pemerintah dinilai akan menjadi kunci kebangkitan bagi emiten konstruksi.
Pasalnya, Mega proyek ini ditargetkan sudah terealisasi setidaknya hingga tahun 2024 mendatang dengan kehadiran istana negara dan kantor-kantor pemerintah.
Berdasarkan data, beberapa emiten konstruksi belum lama ini telah berhasil memperoleh kontrak dari proyek ini yaitu kontrak pembangunan infrastruktur di IKN dengan nilai proyek mencapai Rp5,3 Triliun. Adapun penandatanganan kontrak yang telah dilaksanakan pada 29 Agustus 2022 lalu yang juga sekaligus sebagai tanda dimulainya pembangunan IKN tahap 1.
Meskipun begitu, Angka tersebut kurang dari target total kebutuhan anggaran untuk menyelesaikan proyek tersebut yang diprediksi mencapai US$ 32 Miliar.
Sebagai informasi, nilai proyek Rp 5,3 triliun tersebut terdiri dari 19 paket pekerjaan mulai dari pembangunan jalan, jalan ton, jembatan, dan dam.
Meskipun nilai proyek yang baru ditawarkan baru mencapai US$ 5,3 triliun, CLSA Sekuritas Indonesia dalam riset terbarunya menilai langkah ini merupakan awal yang baik. Lantaran, Kontrak baru tersebut tidak hanya menggaet emiten konstruksi BUMN, tetapi perusahaan swasta kecil hingga besar juga turut berpartisipasi.
Bahkan tak hanya emiten konstruksi, beberapa emiten pengembang properti dikabarkan juga telah menyatakan ketertarikan untuk mengembangkan residensial di kawasan IKN.
Dengan demikian, CLSA Sekuritas Indonesia menyebut bahwa proyek infrastruktur dan residensial menjadi dua proyek utama di Nusantara. Hal ini tentu akan menjadi katalis positif terhadap emiten kontraktor dan properti.
Selain menjadi katalis positif, Hal ini juga menjadi momentum terbaik untuk emiten kontraktor yang selama dua tahun terakhir mengalami kelesuan akibat adanya pandemi.
CLSA Sekuritas Indonesia menyebut pihaknya memprediksi pertumbuhan kontrak baru emiten ini dapat mencapai 13% pada tahun 2022, presentase pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan tahun lalu yang hanya sebesar mencapai 4%.
Sementara untuk emiten properti, hal ini juga dapat menjadi sentimen positif mengingat adanya pengembangan kawasan perumahan di IKN.
Emiten properti yang paling diuntungkan atas dimulainya pengembangan Nusantara yakni diantaranya PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE)
Sedangkan Emiten konstruksi yang paling diuntungkan atas dimulainya pengembangan Nusantara adalah PT PP (Persero) Tbk (PTPP) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT).
Menurut CLSA Sekuritas Indonesia, Hal ini mendorong pihaknya kami untuk mempertahankan rekomendasi outperform saham PTPP dan WSKT dengan target harga masing-masing Rp 1.175 dan Rp 630.
Target harga tersebut juga mempertimbangkan revisi kenaikan target laba bersih PTPP dari yang sebelumnya sebesar Rp 649 miliar menjadi Rp 795 miliar pada 2023. Sedangkan target laba bersih WSKT direvisi naik dari yang sebelumnya sebesar Rp 552 miliar menjadi Rp 574 miliar. Tahun ini, laba bersih PTPP diprediksi Rp 387 miliar dan WSKT diproyeksikan rugi bersih Rp 202 miliar.