PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) dikabarkan akan membangun pabrik kelapa sawit (PKS) senilai Rp 160 miliar di Banyu Asin, Sumatera Selatan yang ditargetkan selesai paling lambat pada kuartal III/2025.
Pabrik ini merupakan Pabrik kelapa sawit ketiga milik perseroan yang nantinya akan dibangun di lahan seluas 2.700 hektare (ha) dengan kapasitas produksi 30 ton tandan buah segar (TBS) per jam.
Untuk pendanaannya, Direktur Utama Cisadane Sawit Raya (CSRA) Gita Sapta Adi menjelaskan bahwa pembangunan pabrik ini akan menggunakan dana yang bersumber dari kombinasi kas internal dan pinjaman perbankan.
Setelah rampung, Pembangunan pabrik kelapa sawit ketiga milik perseroan ini akan melengkapi pabrik kelapa sawit pertamanya berkapasitas 45 ton TBS per jam yang berada di Tapanuli Selatan dan pabrik kelapa sawit keduanya berkapasitas 30 ton TBS per jam yang berada di Prapat, Labuhan Batu.
Dengan adanya penambahan pabrik baru tersebut, total produksi per jam dari pabrik CSRA diproyeksikan akan meningkat mencapai 120 ton TBS per jam atau 648 ribu ton TBS per tahun.
Meski jumlah produksi ditargetkan meningkat di tahun ini, pihaknya belum berencana melakukan ekspor minyak sawit mengingat permintaan minyak sawit di dalam negeri masih besar.
Hal ini sejalan dengan dengan prospek bisnis yang dikatakan oleh Sekretaris Perusahaan CSRA Iqbal Prastowo. Perseroan optimis permintaan minyak sawit masih tinggi di tahun ini seiring dengan adanya disrupsi distribusi dari minyak sawit olahan biji bunga matahari serta jagung yang rata-rata diproduksi negara-negara yang sedang berkonflik.
Berpindah ke kinerja perusahaan, Iqbal mengungkapkan perseroan tengah membidik pendapatan Rp 900 miliar dan laba sebesar Rp 170 miliar pada tahun ini. Target tersebut ditetapkan sejalan dengan adanya kontribusi peningkatan produksi minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari PKS perseroan.
Oleh karena itu, Analis Mirae Asset Sekuritas Rizkia Darmawan mengungkapkan bahwa produksi CPO diharapkan kembali membaik seiring dengan normalnya cuaca.
Pasalnya, industri sawit di Indonesia pada awal 2023 masih terkendala curah hujan tinggi yang berujung pada menurunnya produksi.
Kendati begitu, Minyak sawit masih menjadi komoditas dengan permintaan tinggi di dunia. Apalagi pemerintah juga turut menggenjot penanaman kembali (replanting) sawit karena usia perkebunan sawit di Indonesia sudah cenderung tua.