/Vale Indonesia (INCO) Mulai Proyek Smelter Nikel, Nilai Investasinya Capai Rp37 T
Dok. Vale Indonesia
Dok. Vale Indonesia

Vale Indonesia (INCO) Mulai Proyek Smelter Nikel, Nilai Investasinya Capai Rp37 T

PT Vale Indonesia Tbk, salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan produksi nikel dengan kode saham INCO ini kabarnya telah memulai proyek pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan bijih nikel terintegrasi dengan nilai investasi mencapai Rp37,5 triliun di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.

Pabrik smelter ini dibangun dan dioperasikan oleh PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia (PT BNSI) yang merupakan perusahaan patungan (joint venture/JV) Vale Indonesia dengan Taiyuan Iron & Steel (Grup) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai)

Dalam pembentukan usaha patungan ini, Vale Indonesia memegang porsi kepemilikan saham atas PT BNSI sebesar 49 persen. Sedangkan sisa porsi kepemilikan saham lainnya dipegang oleh Tisco dan Xin Hai.

Pabrik smelter nikel yang dibangun dengan kapasitas produksi hingga 73.000 ton nikel per tahun tersebut diperkirakan menelan biaya investasi sebesar Rp37,5 triliun.

Mengadopsi teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF), proyek smelter nikel yang menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional ini merupakan pabrik smelter RKEF pertama di Indonesia yang menggunakan pembangkit listrik tenaga gas alam cair (LNG) dengan kapasitas hingga 500 megawatt (MW).

Sebagai informasi, PT Vale Indonesia Tbk merupakan perusahaan yang berbasis di Indonesia yang utamanya bergerak dalam pertambangan dan produksi nikel. Perusahaan ini memiliki konsesi pertambangan nikel di beberapa daerah di Sulawesi, Indonesia, termasuk Kolonodale, Bahodopi, Sorowako-Towuti, Matano, Pomalaa, dan Suasua.

Selama setengah abad beroperasi di Indonesia, PT Vale Indonesia Tbk tumbuh menjadi salah satu perusahaan tambang mineral terkemuka dengan komitmen jangka panjang untuk berkontribusi positif terhadap pembangunan Indonesia yang berkelanjutan.

Perusahaan ini mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 16 Mei 1990. Dalam masa penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO), INCO menawarkan sebanyak 49,68 juta saham dengan nilai nominal Rp 25 per saham.

Adapun harga penawaran yang ditetapkan sebesar Rp 9.800 per saham. Dengan jumlah saham dan harga yang ditawarkan, perseroan saat itu berhasil memperoleh dana segar sebesar Rp 486,88 miliar dari IPO.

Melansir data RTI pada Jumat 11 2023, saham INCO ditutup naik sebesar 0,70 persen ke posisi 7.200 pada perdagangan akhir pekan lalu. Dalam sepekan, harga saham INCO turun sebesar 2,37 persen. Sedangkan dalam satu tahun terakhir, harga saham INCO naik sebesar 53,19 persen.

Dari sisi kinerja keuangan per September 2022, INCO mencatatkan pendapatan sebesar USD 873,78 juta. Realisasi pendapatan ini tumbuh sebesar 27,29 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021 yang hanya sebesar USD 686,43 juta.

Selain pendapatan, INCO juga membukukan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 168,39 juta atau naik sebesar 37,97 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2021 lalu yang hanya sebesar USD 122,94 juta.